Sabtu, 12 Desember 2009

MENIRU KREATIVITAS TUHAN

Disadari atau tidak, peradaban Islam sebenarnya adalah peradaban buku. Hal itu bisa dibuktikan lewat sejarah. Pertama adalah ditandai dengan turunnya ayat al-Qur’an yang pertama kali, berbunyi: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajarkan manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (S.Al-‘Alaq: 1-5).
Pada masa Nabi Muhammad SAW Al-Qur’an mulai ditulis oleh masing-masing sahabat. Setelah Nabi wafat, Umar bin Khattab kemudian menggagas agar Al-Qur’an dijadikan satu mushaf. Dari situ, jadilah Al-Qur’an yang kita lihat saat ini. Ketika Islam menyebar ke luar Mekkah dan Madinah, tuntutan tafsir/interpretasi atas Al-Qur’an menjadi keniscayaan. Hal ini disebabkan masyarakat di luar Makkah dan Madinah mempunyai konteks yang berbeda. Dari situ, mulai bermunculan tafsir-tafsir Al-Qur’an. Seiring dengan itu, ilmu-ilmu keislaman bermunculan, sesuai dengan kapasitas keilmuan ulama dan kebutuhan masyarakat pada waktu itu, seperti kitab-kitab fiqih, tasawuf, sejarah, sastra, politik, ekonomi, filsafat, kedokteran, dan lain-lain.
Dari fenomena di atas, tak aneh kemudian ilmu pengetahuan dalam Islam berkembang pesat, dan puncaknya adalah meraih peradabannya. Hampir semua lini mengalami kemajuan: filsafat, politik, ekonomi,dan arsitektur. Warisan-warisan para ulama terdahulu masih dapat kita saksikan pada saat ini. Salah satu warisannya adalah karya tulis (alias buku/kitab).
Pada tulisan ini saya hendak mengatakan bahwa tulisan mempunyai manfaat:
Pertama, tulisan dapat mengubah seseorang dan masyarakat. Berbagai karya tulis para ulama adalah salah satu bukti konkritnya. Karya-karya tulis mereka secara tidak langsung telah mengantarkan umat Islam pada kejayaannya. Dengan kata lain, karya tulis mereka mampu mengubah dan menggerakkan masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik.
Sisi lain, karya tulis pun mampu mengubah penulisnya sendiri. Beberapa penelitian dan pengalaman membuktikan hal itu, bahwa menulis benar-benar memberikan efek sugesti yang baik bagi diri kita, dari berbagai sisi, misalnya kesehatan dan melejitkan potensi, serta merencanakan hidup sukses dan bahagia.
Kedua, tulisan mempunyai sifat yang abadi dan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Bukti konkrit dalam hal ini adalah Al-Qur’an. Bagaimana jadinya jika Al-Qur’an tidak ditulis, dengan jarak yang yang terbentang begitu jauh baik ruang dan waktu, apakah bisa sampai kepada kita saat ini? Begitu juga dengan karya-karya tulis para ulama terdahulu, jika saja mereka tidak menulis dapatkah mereka mewariskan sesuatu yang abadi kepada generasi mereka berikutnya, yaitu kita? Pun dengan tokoh-tokoh Indonesia, mereka tetap dikenang lantaran terekam dalam buku-buku sejarah, apalagi mereka yang menulis karya tulis.
Dari kedua manfaat menulis di atas, apa yang bisa kita petik hikmahnya bagi kita, sebagai umat muslim generasi saat ini dan mendatang?
Nabi bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi”. Dari sabda nabi ini secara tidak langsung mengingatkan bahwa kita sebagai insan cendekia harus meneruskan tradisi para nabi, yaitu membawa misi kebaikan kepada dunia ini. Lebih-lebih kita sebagai muslim intelektual dan akademis
Hal itu bisa dilakukan salah satunya adalah melalui tulis menulis. Dengan tulis menulis kesempatan kita amatlah besar. Melalui tulis menulis, benih-benih kebaikan dapat kita sebarkan kepada orang lain, paling tidak kepada diri kita sendiri. Menulis akan mengabadikan kita sepanjang adanya dunia, meski kita telah lama mati. Menulis pula dapat kita wariskan pada anak cucu kita, lebih-lebih pada dunia. Menulis akan dapat menjadi amal baik kita yang akan terus menerus mengalir pahalanya kepada kita, lantaran dibaca dan bermanfaat bagi orang lain, sehingga hal itu menjadi doa bagi kita. Selamat menulis asal bermanfaat.
Scripta manent verba volant!
Yang tertulis akan abadi yang terucap akan hilang. (FADILA BESTER.KITA.1209)
-- Mencari Kesempurnaan --
FILM 2012 DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Penduduk bumi dihebohkan dengan penayangan film bertajuk “2012” akhir-akhir ini. Kehebohan film ini karena mengangkat isu tentang kiamat yang diramalkan terjadi pada akhir tahun 2012, Ramalan Suku Maya sering mendekati kebenaran, mengapa kalender Suku Maya berhenti pada akhir tahun 2012? Tak ada yang tahu penyebab pastinya namun ramalan suku ini bahwa pada akhir tahun 2012 akan terjadi bencana yang maha dahsyat diduga sebagai End The World (Kiamat).
Pemutaran film ini disambut antusias di penjuru dunia. Film ini dipastikan masuk kedalam jajaran Box Office karena telah meraup untung beberapa milyar hanya dalam waktu beberapa minggu. begitu dahsyatnya efek yang ditimbulkan penayangan film ini mulai dari antusiasme penonton hingga untung yang didapatkan oleh pembuat film ini.
Sebenarnya selain isu kiamat yang diangkat dalam film ini, apakah faktor lain yang menyebabkan film ini menarik untuk ditonton? Apakah nilai-nilai yang terkandung didalam film ini? Hal-hal inilah yang harus kita kaji bersama. Saat ini, kita akan membedah film “2012” dari perspektif Islam, menurut perspektif Islam bahwa tak ada yang mengetahui secara pasti kapan datangnya hari kiamat itu kecuali Allah SWT, seperti disebutkan dalam Q.S Al A’raf ayat 187 :
“Mereka menanyakan kepadamu tentang : "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba. "Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang bari itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Sementara dalam film ini dapat disaksikan bahwa waktu terjadinya hari kiamat dapat diprediksikan oleh manusia, hal ini jelas bertentangan sekali dalam perspektif Islam.
Kontradiksi selanjutnya adalah mengenai penggambaran hari kiamat, dalam film ini hari kiamat digambarkan dengan kondisi daratan yang retak dan runtuh menuju inti bumi, dasar lautan yang mengalami pergeseran lempeng kerak bumi hingga menyebabkan gelombang dahsyat yang dapat menenggelamkan daratan bumi ini, dan gunung-gunung yang meletus dengan dahsayatnya. Penggambaran kehancuran alam pada hari kiamat dalam film ini hampir sesuai dengan perspektif Islam namun sisi kontradiktifnya adalah berbagai peristiwa kehancuran ini terjadi saat para manusia masih hidup yang akhirnya menyebabkan mereka mati. Selain itu para manusia masih saling peduli dan saling membantu dalam kondisi hari kiamat. Menurut perspektif Islam, para manusia mati terlebih dahulu karena adanya tiupan sangkakala oleh malaikat Izrafil selanjutnya barulah alam beserta seluruh isinya dihancurkan oleh Yang Maha Kuasa, hal ini disebutkan dalam Q.S Az Zumar ayat 68 : “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)”.
Selain itu, pada hari kiamat tidak ada saling peduli dan tolong menolong diantara sesama manusia. Hal ini disebutkan dalam Q.S Al Mu’minuun ayat 101 :
“Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu[1], dan tidak ada pula mereka saling bertanya”.
[1]Maksudnya: pada hari itu, tidak dapat tolong menolong walaupun dalam kalangan sekeluarga.
Pada hari kiamat seluruh manusia mati, walau dengan menggunakan akal pikiran yang paling jenius pun. Namun pada film ini ditunjukkan masih ada manusia yang selamat dari peristiwa kiamat karena mempergunakan kemampuan akal pikiran mereka untuk menyelamatkan diri dari kedahsyatan hari kiamat, hal ini sangat bertentangan dengan perspektif Islam.
Pengkajian film ini menurut perspektif Islam menunjukkan berbagai hal yang kontradiktif maka argumen yang dapat diambil saat ini adalah film “2012” ini bukan merupakan film yang menunjukkan kiamat sebagai End The World (Kiamat Kubra) namun hanya sekedar film yang mengangkat cerita seputar bencana alam (Kiamat Sugra). Adanya tindakan pencabutan hak tayang terhadap film ini yang dilakukan oleh MUI juga perlu dikritisi, MUI berargumen film ini dapat menimbulkan efek negatif terhadap penontonnya. Argument yang diajukan oleh MUI ini ada benarnya juga, beberapa waktu lalu ada pemberitaan mengenai bunuh diri massal yang dilakukan sekelompok rohaniawan suatu agama setelah menonton film ini karena mereka mempercayai hari kiamat akan terjadi pada akhir tahun 2012 dan jika mereka hidup hingga hari kiamat terjadi maka mereka tergolong orang-orang yang lemah imannya.
Sebenarnya argumen yang diajukan MUI untuk mencabut peredaran film ini di Indonesia tidak sepenuhnya dapat diterima, efek negatif yang ditimbulkan oleh film “2012” ini hanya terjadi pada sebagian kecil penonton. Jika kita berbicara mengenai efek positif ataupun efek negatif yang ditimbulkan suatu hal sangat tergantung pada individu yang menerima hal tersebut. Setiap hal memiliki sisi positif maupun negatif begitu pula dalam penayangan film “2012”, efek positif yang ditimbulkan adalah semangat penonton untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. (INTAN.RA.HMI.FAPERTA.12.09)
-- Mencari Kesempurnaan --